November
adalah bulan kenangan, bisa jadi itulah yang ada dalam hati setiap veteran. November
menjadi bulan di mana mereka dengan penuh emosi menceritakan kembali kisah heroik
mereka mengusir penjajah pada anak-cucunya. Bulan di mana mereka dihargai
sebagai patriot yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa. Bulan di mana nasionalisme
mereka dihormati setinggi-setingginya.
Sedangkan
November bagi masyarakat awam adalah bulan di mana setiap lapisan berusaha mengenang
dan merenungkan jasa dan nilai-nilai perjuangan para pahlawan untuk terus kita
teladani. Ritus itu dilakukan dengan beragam cara yang berbeda-beda. Hal yang
paling lumrah kita saksikan adalah dengan upacara pengibaran bendera dan
menonton film sejarah atau perjuangan.
Secara
harfiah pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya
dalam membela kebenaran—pejuang yang gagah berani. Saat ini bentuk kepahlawanan
seperti itu (pejuang yang gagah berani) tidak lagi relevan. Sebab kepahlawanan semacam
itu tidak akan lagi bisa kita temukan sekarang. Kita tidak akan lagi seperti Soekarno
yang mesti diasingkan ke Ende karena memperjuangkan kemerdekaan. Atau para pahlawan
lainnya, yang dengan semangat menggebu dan tujuan yang besar, berjuang mengusir
penjajah dengan segenap jiwa raga mereka, dengan harta dan airmata bahkan darah
dan nyawa.
Pada
generasi saat ini, jika kita ingin dikenang dengan nama yang harum layaknya
sorang pahlawan yang dahulu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Maka tugas
pertama kita adalah mencari lalu memberi makna baru “kepahlawanan” sesuai
dengan perkembangan zaman. Kita juga mesti menemukan “Penjajah” untuk kita
perangi. Nasionalisme dan patriotisme bukan lagi tentang mengacungkan bambu
runcing kepada para penajajah. Makna pahlawan pada saat ini adalah mereka yang
membuat dirinya bermanfaat bagi orang lain, dan bagaimana cara kita mengawal
kemerdekaan sesungguhnya untuk bangsa.
Untuk
itu kita juga harus punya tujuan besar seperti halnya pahlawan yang dulu berjuang,
mereka punya visi yang besar yaitu kemerdekaan. Selain itu kita juga mesti
memiliki sikap dan perilaku layaknya para pahlawan terdahulu seperti rela
berkorban, pantang menyerah, percaya pada kemampuan diri sendiri. Karena untuk
menjadi pahlawan, kita juga mesti punya hati layaknya pahlawan. Perjuangan kita
mesti dipersembahkan untuk bangsa tanpa embel apapun. Seperti yang dikatakan
mantan presiden Amerika Serikat, Jhon F Kennedy, “Jangan tanya apa yang
negara berikan padamu, tapi tanya apa yang telah kauberikan pada negaramu.”
Setiap
sejarah ada masanya, dan setiap masa ada sejahnya. Tentu menjadi sebuah
kebanggaan jika kita bisa menjadi bagian dari sejarah tersebut. Dan sebetulnya
kita semua punya kesemaptan untuk menjadi pahlawan di generasi kita.
Awal
milenium 2000-an, di Banten lahir sebuah learning center berbasis komunitas
literasi bernama Rumah Dunia. Di komunitas yang mengajarkan jurnalistik,
menulis fiksi dan bermacam-macam kesenian seperti teater, musik dan lukis itulah
awal literasi di Banten ditanamnkan. Lambat-laun Rumah Dunia dikenal dengan visi
yang besar dalam mempelopori dan mengawal perkembangan literasi di Banten. Melalui
relawannya, Rumah Dunia gencar mengkampanyekan dan mensosialisasikan pentingnya
budaya literasi.
Sekarang
sudah satu dekade lebih, Rumah Dunia tak lagi sendiri, telah lahir organisasi,
forum dan komunitas seruapa Rumah Dunia yang acuh terhadap literasi. Salahsatunya
Relawan Banten Membaca, organisasi yang dibentuk untuk mengapresiasi dan
merangkul pegiat literasi Banten dalam satu wadah. Relawan Banten Membaca mensinergikan
semua pegiat literasi baik itu, guru, polisi, pedagang, supir, mahasiswa,
komunitas dan lainnya yang dulu bergerak secara personal. Dengan misi agar gerakan
literasi di Banten semakin masif. Anggotanya tersebar di seluruh kabupaten kota
se-Provinsi Banten, dari tingkat kabupaten/kota, kecamatan hingga kampung.
Tidak
hanya sekadar menjadi wadah, Relawan Banten Membaca juga terjun men-suport kebijakan pemerintah menyoal
literasi. Salah satunya ikut aktif terlibat dengan program Gerakan Banten
Membaca yang merupakan manuver untuk membangkitkan kesadaran seluruh lapisan
masyarakat di Banten akan manfaat besar dari budaya membaca. Yang juga
implementasi atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)
Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Gerakan menyulut aksi
melek literasi ini di antaranya adalah melalui perintisan dan penguatan program
1 desa 1 TBM, mengundang penulis, diskusi literasi, donasi buku, bedah buku, menyediakan
akses buku bacaan dengan bergrilia hingga pelosok-pelosok kampung. Serta
sederet aksi literasi lainnya
Meski
tidak akan dikenal sebagai pahlawan secara individu, Rumah Dunia dan Relawan
Banten Membaca akan dikenang sebagai gerakan yang positif dalam perkembangan Banten—khususnya
literasi. Rumah Dunia dan Relawan Banten Membaca hanya contoh bagaimana cara mempertahankan
meneruskan perjuangan para pahlawan. Tidak mesti di bidang literasi. Bisa
dengan cara dan bidang lain, sesuai dengan disiplin ilmu dan basic yang kita miliki. Dan dengan cara
kita masing-masing, yang terpenting adalah sejauh mana kita sudah menjadi
bagian dalam proses pembangunan bangsa ini—kuhusunya Banten.
Hari
pahlawan ini tentunya menjadi satu permenungan kita bersama mempertahankan dan
melanjutkan perjuangan. Karena sejatinya 10 November yang dijadiakn seluruh
rakyat Indonesia sebagai hari memperingati pahlawan adalah mempertahankan bukan
lagi merebut. Peristiwa 10 November 1945 di hotel Yamato,
Surabaya, adalah bentuk pempertahankan kemerdekaan
Indonesia atas pasukan Inggris yang mencoba merusak kemerdekaan Republik
Indonesia.
Lalu
sekarang, akankah kita menjadi generasi yang sekadar berpangku tangan menikmati
kemajuan teknologi, tanpa melakukan apa-apa? Menjadi generasi yang hilang
terhapus masa? Atau menjadi generasi yang dicatat sebagai pahlawan? Pilihan itu
ada di tangan kita. Selain Rumah Dunia dan Relawan Banten Membaca tentu masih
banyak sosok pahlawan lainnya. Yang melakukan aksi nyata tanpa diketahu kalayak
banyak. Sekecil apapun yang kita lakukan jika berdampak positif maka kita
adalah pahlawan! Selamat hari pahlawan dan selamat berjuang untuk Banten yang
lebih baik!
Kabar Banten, 11 November 2016
Rudi
Rustiadi, penulis buku Mendadak Traveling
Pahlawan seseungguhnya....
BalasHapus