Wilujeng Sumping. Terima kasih sudah mampir ke Blog ini. Blog ini hanya untuk belajar menulis. Silahkan berikan komentar jika senang dengan isi Blog ini !

Post Page Advertisement [Top]



Judul buku      : Kelomang
Penulis             : Qizink La Aziva
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Pertama, Juni 2016
ISBN               : 978-602-03-2881-2

Saijah dan Adinda, bagi Anda pecinta sastra dua nama tokoh ini pastilah sudah tak asing lagi. Dua tokoh utama dalam novel Max Havelaar, karya penulis Belanda, Eduward Deues Dekker atau yang lebih populer dengan nama Multatuli ini kini kembali terlahir dalam Kelomang. Jika dulu Saijah-Adinda menceritakan pada kita kisah pahit penderitaan rakyat Indonesia di masa penjajahan kolonialisme Belanda, maka kali ini mereka hadir mengungkap kasus suap penambangan pasir di teluk Banten.
Saija dalam novel Kelomang merupakan seorang aktivis lingkungan, yang juga anak seorang wartawan surat kabar Mata Pena bernama Yanto. Bersama sahabatnya, Firman, Deden dan Ibnu, Saija berusaha keras menggagalkan usaha Sakib, pengusaha PT Bintang Laut yang ternama di Banten untuk menyuap Bupati Jamaludin agar memberikan izin penambangan. Penolakan itu bukan tanpa alasan, pasalnya sejumlah pemerhati lingkungan sudah mengkaji jika penambangan tersebut dilegalkan, maka dampaknya akan buruk dan menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar tambang.
Tidak hanya mendapat ganjalan dari Saija, Sakib yang juga ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah direpotkan oleh Yanto, yang selalu memberitakan tentang aktivitas pertambangannya. Tidak ingin citranya menjadi negatif saat pemilihan nanti, Sakib menugaskan Arya yang untuk menyuap Yanto agar menghentikan pemberitaan negatif tentangnya. Beberapa kali Arya berusaha menyakinkan Yanto agar menerima uang dari Sakib, namun berkali-kali juga usahanya mendapat penolakan. Tidak bisa menyuap Yanto sebagai pimpinan redaksi akhirnya Arya menyuap Pak Yudha direktur utama Mata Pena. Dalam rapat kemudian Yanto dipindah tugaskan ke bagian gudang oleh pak Yudha dan tak lagi menjadi jurnalis.
Tidak melulu korupsi dan suap, Kelomang juga menghadirkan kisah cinta antara Saijah-Adina. Mereka pertamakali bertemu di perpustakaan, saat Adinda sedang mencari buku sejarah Banten untuk tugas kuliahnya. Mahasiswi Bandung itu kemudian kagum dengan wawasan sejarah Saija. Benih-benih cinta kemudian tumbuh diantara mereka. Namun cinta Saijah-Adinda ternyata tidak di restui oleh ayah Adinda, yang diam-diam malah sudah menjodohkan Adinda dengan Ardi, anak seorang pejabat yang sudah menghamili Ervina yang tak lain adalah sahabat Adinda.
Kisah cinta Saija-Adinda tak berlangsung hinga jenjang yang mereka cita-citakan. Saat keduanya bersama warga pesisir menghadang kapal pengeruk pasir, Saija tertembak oleh salah seorang anak buah Sakib. Adinda yang berusha menolongnya malah terbawa ombak. Cinta merekapun kemudian musnah oleh ganasnya ombak di laut utara Banten.
Dengan spirit melawan korupsi dan nepotisme, novel terbitan Gramedia yang ditulis oleh seorang jurnalis asal Banten, Qizink La Aziva ini sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh semua kalangan. Dalam karyanya Qizink menggambarkan dengan gamblang bagaimana praktik korupsi terjadi di lembaga pemerintahan. Kelomang adalah kesaksian seorang jurnalis yang juga menyuarakan kegelisahan hatinya terhadap penyakit bernama korupsi.
Tidak hanya menampilkan cinta yang tragis, dengan apik Kelomang juga merangkum kepingan-kepingan sejarah Banten. Surosowan, Watu gilang, Tasikardi, Terakota, Tirtayasa dan situs bersejarah Banten lainnya tidak hanya menjadi puing-puing untuk mempertebal halaman. Kelomang juga lahir dari catatan sejarah penulisnya. Dengan telaten Qizink menuliskan kembali masa lalu yang dialaminya, seperti kejadian nyata markas tentara republik di Banten yang kini berubah menjadi mall.  “Penghancuran gedung bersejarah itu akan membuat generasi muda kehilangan jejak masa lalu yang sangat penting sebagai pijakan menuju masa depan.” (Hal: 112)
Selain kental dengan lokalitas dan sejarah, Kelomang juga Syarat akan kritik sosial. “Pejabat sekarang lucu-lucu, lebih lucu daripada pelawak, lebih pintar bersandiwara dibanding aktor, dan lebih pengecut dibanding kelomang karena selalu bersembunyi di balik kemewahan statusnya  hanya untuk memperthankan kekuasaan.” (Hal:162)

 
  



bisa juga dilihat di 
http://www.koran-jakarta.com/korupsi-dalam-kacamata-seorang-jurnalis/
Koran Jakarta, 19 September 2016.

Diresensi oleh Rudi Rustiadi,anggota kelas menulis Rumah Dunia angkatan 23.

 

1 komentar:

  1. Mantaaaap! Korjak teruus! Anw, penyebutan Saija-Adinda masih membingungin, nanti pakai H nanti nggak. Jadi nama tokoh yang benernya siapa?

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya

Bottom Ad [Post Page]