Judul : Kafe Serabi
Penulis : Ade Ubaidil
Penerbit : de TEENS
Terbit : Agustus, 2015
ISBN : 978-602-279-158-4
Tebal : 188 Halaman
Ini adalah catatan pertama tentang
Kafe Serabi sebelum mengalami proses peng-edit-an
untuk kebutuhan media masa. Sebab untuk dimuat di media masa tulisan kita
haruslah lugas, tidak bertele-tele karena dibatasi dengan karakter. Untuk
melihat hasil edit-an silahkan
kunjungi laman www.koran-jakarta.com di kolon Perada pada tanggal 6 November
2015.
Oleh Rudi Rustiadi
Makanan pembuka. Ketika Anda membuka dan masuk ke dalam Kafe Serabi, maka Anda
akan bertemu Anggun Amaravati, sang tokoh utama. Bersama Anggun, Anda akan
diajak mecicipi beragam rasa yang ada dalam Kafe Serabi, manisnya kisah cinta
Anton, kecutnya hubungan Anggun dengan Nia, hingga pahitnya hikayat asmara
Keanu Lazuardi (Ken).
Di menu pembuka pada
Kafe Serabi, sang juru racik, Ade Ubaidil, mencoba memasukan cita rasa lokal, dengan
menggunakan bahasa Jawa Serang pada lembar terimakasih dan judul perbabnya. Tapi
itu dirasa hambar dan kurang sedap, sebab tidak berkelanjutan ditulis pada isi
cerita. Meski ber-setting lokasi di
daerah kelahiran penulis, Serang - Banten, rasa lokalitas itu dirasa tanggung. Padahal
akan lebih terasa kelokalannya jika misalnya saja ada dialog yang disisipi bahasa
Jawa Serang seperti pada lembar terimakasih.
Makanan utama. Main course di Kafe Serabi adalah persahabatan dan
cinta. Pertemanan yang kokoh itu terjadi di kampus, antara Anggun, Anton, Mila
juga Tata, sugar glider yang selalu
bersama Anggun kemana saja. Sedangkan untuk urusan asmara dimulai dari Kafe
Serabi. Di sana Anggun yang tadinya datang untuk merampungkan skripsi, tak dinyana
bertemu dengan Ken, pria berwajah bule, hidung bangir, berambut pirang yang
kemudian menjadi kekasihnya (hal:49). Di sana pula, terkuak masa lalu Ken yang
ternyata mempunyai riwayat penyuka sesama jenis ketika berada di Belanda bersama
Reza. Tidak bisa menerima masa lalu Ken, Anggun memutuskan untuk menyudahi
hubungannya dengan Ken. “Terkadang dibutuhkan keegoisan dalam menjalin
hubungan,” (hal:161). Begitulah ucap Anggun pada Ken meski pria itu sudah
bertekad untuk berubah.
Untuk novel
bergenre remaja dengan tema cinta dan persahabatan, Ade tergolong berani dan
layak mendapat acungan jempol dengan menyajikan Anggun sebagai tokoh utama, gadis
semester akhir perguruan tinggi di Serang itu disuguhkan dengan karakter yang
tidak biasa. Jika lazimnya tokoh utama dalam novel remaja selalu cantik,
semapai, pintar dan tanpa cacat. Maka di Kafe Serabi ini Anggun ditampilkan
dengan perawakan tambun, tidak menarik dan jarang dilirik cowok.
Kafe Serabi, sudah ada di seluruh toko buku di Indonesia |
Dengan point of view (POV) yang berubah-ubah, jika
tidak berkonsentrasi, akan sedikit membingungkan dan kurang menikmati ketika
membaca. Pasalnya selain POV dari sudut pandang orang pertama Anggun, Ade juga
juga menulis dengan sudut pandang orang pertama Anton dan Ken juga dengan POV
orang ketiga di beberapa bab. Namun dengan kepiawayan dan bekal tekhnik menulis
Ade yang baik, hasil belajarnya di Kampus Fiksi, Dewan Kesenia Jakarta dan
Rumah Dunia. Maka, alurnya berjalan dengan baik sehingga pembaca tidak jelak. Bahkan
jika kita membacanya dengan cermat, kita akan seolah ikut berada diantara
Anggun dkk.
Makanan penutup. Seperti halnya dessert
pada umunya, menu penutup di Kafe Serabi ini juga manis rasanya, sebab berkesudahan
dengan happy ending. Akhir cerita layaknya
lakon pada novel remaja kebanyakan. Di penghujung cerita secara mengejutkan Anton
mengungkapkan cinta pada Anggun. Nia berubah jadi baik pada Anggun. Mila juga
mendapatkan kekasih, Sandy, teman Anton. Anggun-Anton dan Mila-Sandy kemudian
menikah di hari dan gedung yang sama. Anggun pun berhasil menjadi penulis
tenar. Reza, sepupu Anggun, bertobat dan kembali hidup normal, sedangkan Ken
damai di alam baka.*
Semoga di
karya-karya selanjutnya penulis bisa lebih baik dengan memperbanyak riset serta
membaca, agar ceritanya terkesan realistis. Selamat menikmati Kafe Serabi.
Ini nih versi Koran Jakarta, 06 Novembet 2015 |
wah bangrud keren euy masuk koran. mau sih belajar resensi bang...
BalasHapusKan udah diajarin di Kelas Menulis...
BalasHapusNgeresensi mah gampang.. modalnya cuma baca buku doang...