Kerja Rodi Vs Kerja Literasi
Kerja
Rodi. Sebagian besar dari kita sudah tahu peristiwa kekejaman yang dilakukan
penjajah kolonial Belanda melalui pelajaran sejarah di sekolah. Kerja Rodi
merupakan kerja paksa tanpa upah, tanpa istirahat untuk membangun jalan atau
benteng yang dibebankan kepada orang pribumi. Salah satunya dilakukan oleh
Herman Willem Daendels. Dia adalah Gubenur Jenderal Hindia Belanda ke-36 yang
memimpin pembangunan jalan utama pantura (Anyer, Banten-Panarukan, Jawa Timur).
Deandels
memulai pembangunan besar itu dari 0 Kilometer (Mercusuar Anyer). Dahulu
merupakan penanda arah kapal yang mengangkut rempah-rempah dari Banten ke
Eropa. Kini situs bersejarah kekuasaan Belanda di Banten itu mulai
terlupakan—jarang dikunjungi. Tidak bisa dipungkiri, orang-orang sekarang lebih
banyak datang dan mengenal pantai Anyer, Carita atau Karang Bolong dari pada
Mercusuar Anyer. Sayang sekali, padahal tempat ini sangat penting dalam
peta sejarah indonesia pada era kolonial. Karena selain warisan sejarah juga
merupakan magnet pariwisata di Banten. Menara Suar yang dibangun 1806
ini merupakan saksi bisu peristiwa masa lampau pulau Jawa, Prasati “0
km Anyer-Panarukan 1806 AKL” yang menuturkannya. Di sinilah tempat
pertama kali pekerjaan besar pembangunan jalan Anyer sampai Panarukan sepanjang
1000 KM dimulai. Proyek yang memakan banyak korban jiwa rakyat Indonesia pada
tahun 1808 – 1809, merupakan sistem yang dibangun daendels untuk memudahkan transportasi
pengiriman surat dan hasil bumi dengan proyek besar “ Pembangunan Jalan Raya Pos”
membentang 1000 kilometer Anyer-Panarukan. Namun pada perkembangan selanjutnya
karena dipengaruhi kehidupan masyarakat disekitarnya maka beralih fungsi mejadi
jalur ekonomi atau jalan umum.
Cadas Pangeran, Jalan Raya Pos (Daendels) |
Kerja
Literasi, banyak dari kita mungin masih awam dengan kegiatan tersebut. Saya
akan mencoba menjelaskannya sedikit, Kerja Literasi merupakan kegiatan yang
digagas Gol A Gong, Presiden Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) se-Indonesia masa
jabatan 2011-2015, berupa orasi literasi, pertunjukan
seni, bedah dan peluncuran buku, pelatihan menulis, sembako buku, dan
penerbitan buku di beberapa TBM, komunitas literasi/sasrta, perpustakaan
daerah, universitas dan sekolahan yang ada di sepanjang rute yang dulu
dibangun oleh para pekerja rodi. Kegiatan ini didukung "Mobil Kepedulian" milik Yayasan Tunas
Cendekia yang dipimpinan oleh Yudhistira Juwono. Semua
biaya oprasional, makan, bensin dalam kegiatan ini bersumber dari hasil
penjualan sembako buku, bingkisan yang tim Kerja Literasi bawa dari Banten,
berisi 15 buku bacaan anak-anak dan sastra yang dijual dengan harga yang
terjangkau.
Kerja
Rodi dan Kerja Literasi, keduanya memiliki kesan tersendiri bagi
orang-orang yang berada di sekitarnya. Pada Kerja Rodi, kemiskinan, penurunan
kualitas pendidikan dan ekonomi karena penderitaan fisik dan mental yang
berkepanjangan, pertanian—khusunya padi banyak mengalami
kegagalan panen, kelaparan, kematian, pemaksaan bekerja sewenang-wenang kepada
penduduk pribumi dan lain-lain. Itulah sebagian kesan yang melekat pada
kegiatan yang diciptakan oleh penjajah ketika itu. Jika pada Kerja Rodi berkesan negatif
dan traumatik, maka pada Kerja Litersi menimbulkan kesan sebaliknya, intelektualitas,
seni, kebudayaan dan kegembiraan akan hadir di sana. Bagaimana tidak? Kegiatan yang
di laksana selama 45 hari ini diisi dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan
dan juga berbagi ilmu, seperti orasi
literasi, pelatihan menulis, sembako buku, dan penerbitan buku. Kegiatan yang penuh manfaat, bukan?
Satu
hal yang perlu dicermati, Kerja Literasi yang digagas Gol A Gong bukan untuk
menghapus sejarah yang sudah diciptakan Deandels ratusan tahun lalu di tanah
Jawa ini. Tapi hanya untuk memberi makna baru, Kerja
Rodi ala Daendels yang lekat dengan kekejaman, kekerasan, otot, di masa penjajahan, akan coba diganti, dimaknai baru oleh Gol A Gong dan tim Tur Literasinya,
dengan sastra, puisi dan pena.
Kerja Literasi
bukanlah pekerjaan remeh dan biasa-biasa saja, segala hal yang terjadi harus
dicatat menjadi sebuah berita, yang nantinya akan diwartakan melalui media on line: www.rumahdunia.com dan juga beberapa jejaring sosial.
Sehingga ketika ada seseorang yang tidak tahu 0 KM dan kemudian mencari
informasinya melalui mesin pencari google maka, tidak hanya kekejaman Daendels
yang muncul tapi juga peristiwa bersejarah lainnya yaitu, Kerja Literasi. Ini
juga diharapkan bisa menjadi pemikat para wisatawan yang dulu tidak
tertarik untuk mengunjungi situs bersejarah Mercusuar Anyer, karena traumatik
dengan kekejaman Kerja Rodi, maka dengan adannya Kerja Literasi bisa
menghilangkan traumatik dan mau berkunjung ke 0 KM lagi.
Sebuah
pemikiran yang brilian. Kita harus mengatakan kegiatan Presiden FTBM ini
merupakan pemikiran yang sangat inovatif. Hal yang tidak terpikirkan oleh orang
lain sebelumya untuk melakukan kegiatan seperti ini—Kerja Literasi. Buah pemikiran
out of the box dan juga anti mainstream dari orang kebanyakan. Karena
ratusan tahun semenjak Daendels mengakhiri pembangunan jalan Ayer-Panarukan
rasanya kegiatan seperti ini masih minim.
Acara-acara
semacam ini mestilah kita dukung dan juga tentunya perlu adanya campur tangan
pemerintah. Sebab dampak yang ditimbulkan bukan hanya untuk keuntungan
pribadi semata. Pengaruhnya akan sangat luas, terutama untuk pariwisata Banten,
khususnya untuk situs sejarah mercusuar Anyer.
Ide
inovatif yang dilakukan Gol A Gong untuk memaknai baru melalui sebuah kegiatan kesastraan
ini, patut dicontoh oleh orang-orang yang bukan berlatar belakang sastrawan
seperti dirinya. Tetntu dengan cara-cara kretif lainnya—khususnya bagi masyarakat
yang berada di wilayah Banten.
Rudi Rustiadi, tim Tur Literasi
Anyer-Panarukan 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih untuk komentarnya