Gambar dari www.aktual.com |
Akhir-akhir ini maraknya kasus pembunuhan di negeri ini layaknya
sinetron di televisi. Begitu satu kasus tuntas langsung disambung dengan kasus
baru. Modusnya beragam dengan bermacam cara membunuh pula. Kita semua pasti
masih ingat dengan kasus mulitasi seorang ibu hamil di Cikupa, Tangerang.Yang dimutilasi
dalam sebuah kontrakandengan pelaku bernama Kusmayadi alias Agus yang tertangkap
di Surabaya.
Masih segar juga dalam ingatan, negeri ini digegerkan dengan YY,
remja 14 tahun di Rejang Lebong, Bengkulu yang menjadi korban kebiadaban 14
orang.Kita juga masih belum lupa dengan kasuspembunuhan seorang
dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara yang tewas setelah ditikam mahasiswanya. Setelah itu pun masih banyak
kasus pembunuhan lainnya, hingga paling anyar yang menyedot perhatian kita
adalah kasus seorang gadis karyawati di Tangerang, Banten yang dibunuh dengan
sebilah cangkul oleh tiga orang pelaku.
Aksi-aksi kriminalitas di atas tentunya sudah dalam taraf
mengkhawatirkan. Maraknya aksi pembunuhan menciptakankewas-wasan dan membuat
masyarakat makin merasa tidak aman. Orang makin brutal, buas, sadis dan dengan gampangnya
menghilangkan nyawa seseorang. Harga nyawa seolah makin tak berharga.Manusia
makin jauh dalam keberadaban. Orang menjadi mudah sekali gelap mata dan dengan entengmembunuh
orang lain, motifnya bisa bermacam-macam: dendam, cemburu, iri, masalah lama
yang belum kelar, atau hal remeh lainnya. Korbannya pun bisa siapa saja, teman
dekat atau bahkan kerabat.
Sungguhmiris lagi dari kasus pembunuhan di atas, kebanyakan pelaku
adalah anak muda dengan umur di bawah 30 tahun. Kemerosotan akhlak memang
terjadi di setiap lapisan masyarakat, namun pada lapisan remajalah kemerosotan
itu nampak lebih nyata. Kian meningkatnya aksi pembunuhan merupakan sebuah
fenomena,masyarakat dalam tingkat stressdan emosi yang sangat tinggi
hingga mudah tersinggung. Kemudian menghabisi nyawa seseorang dijadikan jalan
pintas untuk menghilangkan tekanan dan menuntaskan amarah tersebut. Memang ada yang
melatarbelakangi dibalik tindakan seseorang, tapi apapun alasannya,
menghilangkan nyawa seseorang tidaklah dibenarkan.
Apa yang terjadi pada YY, meski dilakukan sebagian oleh anak di
bawah umur, tapi yang mereka lakukan bukan kenakalan remaja biasa, tapi
kriminalitas. Untuk mencegah hal serupa terjadi di kemudian hari, para orangtua
mesti memberibekal adab (moral)yang cukup pada anak-anak mereka.Salah satunya dengan
kembali menguatkan tripusat pendidikan yang dicanangkan Ki Hajar Dewantara,
denganmenguatkan pendidikan dan adab melalui tiga tahapan:
Pertamaditingkatan keluarga, yang menjadi filter awal sekaligus pondasi
bagi terbentuknya adab seseorang kedepannya. Pengaruh keluarga terhadap
pembentukan adab anak sangatlah krusial.Sebab keluarga menjadi cerminan prilaku
seseorang. Dalam keluargamendididik dan membimbing prilaku anak
merupakan tanggung jawab orangtua. Mereka menjadi pendidik utama bagi anak-anak
mereka. Membangun adab anak bisa dilakukan dalam kegiatan sehari-hari. Orangtua
bisa mengajarkan adab terhadap seorang anak dengan peneladanan dan
pembiasaan-pembiasaan.
Peran orangtua tidaklah main-main,jika orangtuagagal membentuk adab anaknya, tidak
menutup kemungkinan mereka bisa terseret ke neraka di akhirat nanti,sebagai
bentuk pertanggungjawabannya terhadap Allah Swt.”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan,” (QS: At-Tahrim ayat 6).
Keduaadalah lingkungan sekolah. Saat ini tantangan dunia pendidikan
semakin kompleks seiring dengan revolusi besar-besaran dunia informasi dan
teknologi. Tidak hanya berdampak positif, perkembangan teknologi juga
berpotensi menimbulkan efek negatif dalam mempengaruhi pola prilaku yang
bertentangan dengan etika dan adab. Kasus yang sekarang terjadi mayoritassebelumnya
dilakukan dengan aksi kekerasan seksual terhadap korbannya,barulah selanjutnya
mereka dibunuh. Itu tidak terlepas dari gampang mengakses konten negatif dari
kemajuan dunia informasi dan teknologi.
Maka sebagai penopang terbentuknya adab seseorang, dunia pendidikan
dituntut mampu berperan menyiapkan sumber daya manusiayang unggul secara
akademik dan keadabannya, serta mamapu beradaptasi dengan memiliki daya tahan
menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Sesuai amanat undang-undangno.20/2003
tentang sistem pendidikan nasional, dengan visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai penata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selau berubah-ubah.
Ketiga adalah menanamkan adab di lingkungan masyarakat. Peranan masyarakat
dalam pembentukan adab seseorangtidak bisa diabaikan. Lingkungan masyarakat
menjadi bagian dari infrastruktur yang membangun adab seseorang.Di lingkungan masyarakat
ulama dan para tokoh masyarakat setempat menajdi sosok sentral dan panutan.
Maka ulama dan tokoh masyarakat juga berkewajiban mengawal, menciptakan kultur
dan karakteristik masyarakat yang beradabdi lingkungan sekitarnya, dengan
meningkatkan aktifitas keremajan yang membentuk adab warga di sekitarnya. Ulama
dan tokoh masyarakat menjadi panutan dan tuntunan dalam melaksanakan pendidikan
di masyarakat.
Selain merevitalisasi tripusat pendidikan, meredam
aksi kriminalitas khususnya pembunuhan bisa dilakukan dengan hukum islam yang
menerapkan syariah islam, yaitu qishas (hukum mati). Di negara yang
mayoritas masyarakatnya dibangun berlandaskan akidah islam rasanya hanya dengan
qishas rasa keadilan bisa diraih. Hukum mati memang masih menjadi
pro-kontra baik vonis maupun eksekusinya, kecuali untuk narapidana terorisme
dan narkoba. Tapi rasanya hanya dengan qishas-lahrasa aman akan
dirasakan oleh seluruh rakyat. Kehormatandan nyawa akan benar-benar
terlindungi. “Dan dalam qishas itu ada (jaminan keberlangsungan) hidupmu,
hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa,” (QS: Al-baqarah ayat
179). Sanki qishas diharapkan memberi pelajaran, mencegah orang lain
untuk mlakukan pembunuhan. Jika masih ada yang kontra terhadap qishas dengan
mengatasnamakanhak asasi manusia, bukankah korban jugapunya hak untuk hidup?
Tulisan singkat ini tidak bermaksud menyalahkan
hukuman yang berlaku sekarang. Tapi alangkah baiknya jika undang-undang itu
segera direvisi demi terwujudnya kehidupan bernegara yang madani. Pemerintah
harus cepat, lebih serius dan tidak boleh abai. Sebab jika tidak segera di
atasi dengan memberikan hukuman yang berat, maka akan terus membuat rasa aman
bagi masyarakat makin tipis. Korban seperti kasus di atasakan terus betambah
dan negra akan gagal melindungi keamanan dan kenyamanan warga negaranya. Dan
kita akan lebih jauh lagi dalam keberadaban.Wallahua’lambis shawab.
Rudi Rustiadi,
alumni IAIN “SMH” Banten, penulis buku Tur Literasi Anyer-Panarukan
Banten Pos, 25 Mei 2016
Banten Pos, 25 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih untuk komentarnya